Buat Apa Aceh dan Sumatera Utara Berebut Empat Pulau

Ringkasan Berita
-
Empat pulau kecil menjadi sumber ketegangan besar antara dua provinsi, Aceh dan Sumatera Utara.
-
Berbagai spekulasi diungkap oleh para ahli ihwal motif di balik sengketa empat pulau ini.
-
Empat pulau kecil ini menyimpan potensi ekonomi, dari pariwisata hingga perikanan.
EMPAT pulau kecil di dekat perairan Selat Malaka kini menjadi sumber ketegangan Provinsi Aceh dan Sumatera Utara. Riak itu membesar setelah sepotong video yang memperlihatkan Gubernur Aceh Muzakir Manaf meninggalkan Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution dalam sebuah pertemuan.
Mualem—sapaan Muzakir—mengatakan tak ingin berpanjang-lebar bicara dengan menantu mantan presiden Joko Widodo itu. Ia meminta Bobby bicara dengan para stafnya. "Silakan nanti bicara dengan bapak-bapak ini," katanya dalam potongan video yang viral itu.
Baca berita dengan sedikit iklan,klik di sini
Pertemuan itu seharusnya membicarakan empat pulau yang dulu menjadi bagian Kabupaten Aceh Singkil. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menetapkan empat pulau itu sebagai bagian dari Sumatera Utara. Empat pulau tersebut adalah Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Lipan, dan Pulau Panjang.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Ali Basrah mengatakan akan mengkaji dokumen hingga bukti kepemilikan empat pulau itu. Menurut Ali, penyelesaian sengketa pulau tidak perlu sampai ke Pengadilan Tata Usaha Negara bila bisa diselesaikan lewat komunikasi. “Hukum itu cara terakhir,” katanya.
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 menetapkan empat pulau di Kabupaten Aceh Singkil menjadi bagian Kabupaten Tapanuli Tengah. Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyarankan Aceh membawanya ke PTUN.
Suara keras datang dari anggota DPR asal Aceh, Muslim Ayub. Ia menolak pemindahan wilayah administrasi empat pulau tersebut ke Sumatera Utara. Politikus Partai NasDem itu mengatakan sejak 1992 pulau-pulau itu masuk wilayah Aceh. Keputusannya ditandatangani Menteri Dalam Negeri Rudini.
Muslim menduga ada aroma bisnis dalam pemindahan administrasi empat pulau itu ke Sumatera Utara. Ia mendengar empat pulau itu memiliki kandungan minyak dan gas bumi. Ia pun mengungkap ada rencana investasi besar dari Uni Emirat Arab di empat pulau tersebut.
“Gasnya banyak di situ. Dubai sudah mau berinvestasi di sana,” kata Muslim melalui keterangan di akun Instagram. Tenaga ahlinya membolehkanTempo diperbolehkan mengutipnya.
Guru besar sosiologi Universitas Syiah Kuala, Humam Hamid, mengatakan empat pulau itu memang punya potensi strategis, baik dari sumber daya alam, posisi geografis, maupun peluang ekonomi-politik di masa depan. Menurut dia, secara geografis, pulau-pulau ini berada di antara perairan paling aktif dalam lintasan pelayaran regional di pesisir barat Sumatera. “Jalur ini bukan hanya penting untuk nelayan lokal, tapi juga untuk pelayaran niaga dan pergerakan strategis maritim,” katanya.
Secara sumber daya, perairan di sekitar pulau memiliki potensi perikanan tangkap yang cukup tinggi. Humam menyebutkan nelayan dari Aceh Singkil hingga Sibolga telah lama menggantungkan hidup mereka dari kawasan ini. Mereka menjadikan wilayah ini bagian dari ekonomi perikanan rakyat.
Dari beberapa laporan teknis kelautan, kawasan ini bahkan teridentifikasi sebagai bagian dari marine biodiversity corridor yang relatif masih lestari. “Ini potensi ekologis sekaligus nilai ekonomi jangka panjang,” kata Humam saat dihubungi Tempo pada Kamis, 12 Juni 2025.
Humam mengatakan tidak ada warga yang bermukim secara permanen di empat pulau tersebut. Pulau-pulau itu lebih merupakan wilayah singgah dan transit, terutama bagi nelayan, bukan tempat bermukim. Namun, meskipun kosong dari permukiman tetap, pulau-pulau ini bukan ruang kosong secara sosial.
Pulau-pulau tersebut, kata Humam, hadir dalam keseharian masyarakat pesisir sebagai bagian dari wilayah hidup, ruang jelajah, dan medan simbolis. “Lanskap pulau-pulau yang alami dan nyaris tak terjamah menawarkan kemungkinan sebagai destinasi ekowisata atau konservasi laut yang sangat potensial."
Akademikus Institut Agama Islam Negeri Langsa, Aceh, Muhammad Alkaf, juga menyebutkan potensi pariwisata cukup besar di keempat pulau tersebut. Sebab, kata Alkaf, empat pulau itu mirip di antara perbatasan Bali dengan Lombok jika ditinjau dari luar.
Alkaf memberi contoh sempat ada kesepakatan investasi antara pemerintah Indonesia dan Uni Emirat Arab di bidang pariwisata, khususnya pengembangan Aceh Singkil, pada 2021, yang dijajaki Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Luhut memungkinkan kerja sama ini mencakup pembangunan resor di pulau kosong yang akan menarik kunjungan wisatawan UEA.
Laporan Tempo pada 5 Maret 2021 menyebutkan kerja sama itu disepakati dalam Business Forum Indonesia Emirates Amazing Weeks yang digelar di Jakarta. Acara ini dihadiri Menteri Energi dan Infrastruktur UEA Suhail Al Mazroui serta para pelaku bisnis. Luhut menerangkan Indonesia, yang diwakili Gubernur Aceh, dan pelaku usaha UEA telah menandatangani letter of intent. Nilai investasi pada proyek tersebut mencapai US$ 300-500 miliar.
Menurut Alkaf, kabar mengenai potensi migas yang muncul adalah bagian dari memori yang terendam orang terhadap konfliknya. Alkaf mengingatkan Gerakan Aceh Merdeka pimpinan Hasan Muhammad di Tiro sejak 1976 muncul atas keresahan warga Aceh yang tidak sejahtera.
Salah satu penyebab munculnya gerakan itu, kata Alkaf, adalah pengelolaan sumber daya alam oleh pusat. Adapun GAM membubarkan sayap militernya tak lama setelah Perjanjian Perdamaian Helsinki dengan pemerintah Indonesia yang ditandatangani pada 15 Agustus 2005.